Minggu, 14 Februari 2016

Waspada Maisir (Judi) dalam Teknis Perlombaan/Kompetisi



Sebelumnya, saya harus mengakui bahwa lumayan sulit untuk menyusun kata-kata judul postingan ini. Karena apa, karena inisiatif untuk membuat tulisan ini berasal dari sebuah tsaqofah islamiyah di kampus hari ini yang pada suatu pembahasan sama persis dengan yang pernah disampaikan dosen PAI di kelas sekian bulan lalu. Bukan bermaksud menggurui, tapi hanya ingin berbagi. Saya berpikir mungkin masih ada yang belum tahu tentang hal ini, seperti halnya saya yang baru saja tahu setelah diberi penjelasan oleh dosen PAI. 

Ketika itu, kami sedang berada dalam Bab Konsep Muamalah dalam Islam yang salah satu slide presentasi dari beliau (dosen PAI, Pak Rikza Maulan) berisi tentang larangan-larangan dalam muamalah. (Langsung saja pada inti yang ingin dibagikan, karena saya khawatir untuk menjabarkannya panjang lebar atau memberi semacam muqaddimah/pembukaan sementara saya bukan seorang yang ahli)

Ada enam poin, yang disingkat menjadi MAGHRIB (Pak Rikza Maulan, dosen PAI yang mengajar di kelas saya, mengatakan bahwa sebenarnya beliau kurang srek dengan singkatan ini karena Maghrib sebenarnya adalah sebutan untuk salah satu waktu shalat, tapi tak apalah ujar beliau karena ini untuk mempermudah mengingat)

  • ·         Maisir
  • ·         Aniaya
  • ·         Gharar
  • ·         Haram 
  • ·         Riba
  • ·         Ihtikar
  • ·         Bathil

Saya hanya akan membahas (mungkin lebih tepatnya ‘sedikit berbagi ilmu’) mengenai Maisir. Akan terlalu panjang jika saya mencoba menjelaskan semuanya baik dengan membaca-baca materi pelajaran atau searching di Google. Terlebih lagi hal yang ingin saya sampaikan pada postingan ini berkaitan dengan poin Maisir.

Maisir, yaitu segala jenis transaksi  yang di dalamnya mengandung unsur judi atau untung-untungan. Definisi ini saya copas langsung dari slide ke 12 power point milik Pak Rikza tentang Konsep Muamalah dalam Islam. Saat menjelaskan tentang ini, beliau memberi contoh yang lumayan mengejutkan buat kami, para mahasiswa di kelas termasuk saya.

Contoh dari praktik Maisir adalah iuran yang ditarik dari para peserta lomba (atau mungkin semacam uang pendaftaran, begitu yang saya pahami) yang kemudian uang yang terkumpul tersebut digunakan untuk membeli/mengadakan hadiah yang diperebutkan atau hanya akan didapat oleh beberapa peserta yang beruntung saja (baca: yang menang).

Contoh tersebut, adalah sesuatu yang biasa terjadi menurut kami, dan ternyata hal tersebut masuk dalam kategori maisir atau judi. Dalam tsaqofah islamiyah hari ini pun yang bertema Konsep Ekonomi dalam Islam blablabla (saya lupa, hehe) ustadz Adhli Al Karni yang saat itu berkesempatan mengisi kajian, juga menyebutkan hal ini bahkan dengan lebih tegas, haram, haram, HARAM. Yang tentu saja langsung disambut dengan ekspresi kaget dan heran sebagian besar peserta kajian.  Dari pengamatan saya saat itu, saya berpikir bahwa masih ada yang belum mengetahui tentang hal ini. 

Dari dosen PAI saat mengajar di kelas, apa yang saya tangkap adalah uang yang dipungut dari peserta, harus dikembalikan lagi kepada peserta dengan porsi yang sama. Misalnya berbentuk konsumsi yang dibagikan ke semua peserta, piagam atau sertifikat yang memang didapat oleh semua peserta, dan lain sebagainya. Sementara untuk hadiah, atau yang berkenaan dengan menguntungkan salah satu atau salah dua atau salah tiga atau seterusnya dari pihka peserta, maka dananya harus berbeda. Misalnya bisa dari sponsor, dari patungan panitia, dari sedekah atau hibah orang lain, dll. Yang mana konsep lomba itu sendiri adalah para peserta memperebutkan sebuah hadiah yang memang sudah ada, bukan para peserta masing-masing mengumpul uang lalu siapa yang menang akan mendapat hadiah yang berasal dari uang kumpulan tersebut. Bagian ini lah yang bisa menjadikannya seperti judi yang dihukumi haram.

Wallahualam bishawab…
Semoga Allah swt. mengampuni kesalahan saya dalam postingan di atas, menjadikan sesiapapun berkenan mengoreksi dengan cara yang baik jika ada kesalahan, dan meridhoi saya apabila ada kebaikan dalam tulisan ini.

Sumber:
Pembelajaran matkul PAI oleh Pak Rikza Maulan, ceramah Ustadz Adhli Al Karni, pemahaman sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar